Tari Berkelompok Dan Penjelasannya Lengkap dengan Gambarnya


Tari Berkelompok Dan Penjelasannya Lengkap dengan Gambarnya
Tari kelompok adalah bentuk tarian yang ditarikan secara kelompok atau berpasang-pasangan dan tidak menutup kemungkinan bisa berbentuk drama tari/sendratari. Jenis tariannya dapat berupa tari tunggal atau tari berpasangan yang ditarikan secara berkelompok. Adapun gerakannya terdiri atas gerak seluruh anggota badan dan kaki, badan, lengan, sampai kepala. Oleh karena ditarikan secara berkelompok maka peragaan geraknya haruslah kompak, serempak, serta saling mengisi dan melengkapi sehingga dibutuhkan kerja sama, kebersamaan, dan tanggung jawab dari seluruh penari yang terlibat. Tari ini dibagi menjadi dua, yaitu tari kelompok putri dan tari kelompok pura gagah.

Baca juga:
"saman"
Tari Saman
Tari Saman adalah sebuah tari tradisional yang berasal dari Provinsi Daerah Istimewa Aceh atau Nangroe Aceh Darussalam. Tarian ini terbilang sangat dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun oleh dunia internasional. Tari saman sangat dikenal selain karena gerakannya yang dinamis dan tidak ditemukan pada tarian lain di Indonesia, juga karena makna filosofis yang terkandung dalam setiap lirik syair yang didengangkan untuk mengiringi gerakan penarinya. Berikut kami akan mengulas keunikan-keunikan dari Tari Saman tersebut sebagai wawasan budaya bagi kita semua! Tari Saman Sejarah dan asal usul tari Saman sebetulnya bermula dari budaya masyarakat Suku Gayo Lues yang berakulturasi dengan budaya Timur Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, asal usul tarian ini diketahui diciptakan dan dikembangkan oleh seorang syekh (pemuka agama) masyarakat Gayo yang bernama Syekh Saman. Tari Saman sendiri saat ini telah masuk dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu representatif budaya tak benda sejak 24 November 2011 silam.

Makna Filosofi
Tari Saman merupakan media yang kerap digunakan masyarakat Aceh untuk berdakwah. Ia sering dipertunjukan dalam peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi). Sebelum memulai tarian ini, seorang tetua adat akan menyampaikan nasihat-nasihat kehidupan dalam bentuk syair-syair khas aceh sebagai mukadimah atau pembukaan. Setelah itu, para penari yang terbagi menjadi 2 kelompok akan mulai mementaskan tarian sembari diiringi dengan lagu (syair) beserta bunyian kendang secara dinamis. Dalam setiap syair yang dinyanyikan untuk mengiringi tari saman terdapat nilai-nilai pendidikan, kesopanan, keagamaan, kekompakan, kepahlawanan, dan kebersamaan yang menjadi pegangan hidup bagi masyarakat Aceh.

Gerak Tari Saman
Ada 2 gerakan utama yang terdapat dalam tari saman, yaitu gerak tepuk tangan dan gerak tepuk dada. Kedua gerakan ini diduga berasal dari budaya masyarakat Melayu Kuno yang kemudian dimodifikasi oleh Syekh Saman dengan penambahan nuansa islami melalui syair-syair yang mengiringinya. Dalam perkembangannya, gerakan tari saman juga diperkaya dengan adanya ragam gerak lainnya yang dalam bahasa Gayo disebut gerak guncang, gerak lingang, gerak kirep, dan gerak surang-saring.

"saman"
Tari Piring
adalah sebuah tari tradisional yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Tarian ini pertama kali ditemukan dalam budaya masyarakat Minangkabau, khususnya masyarakat Minangkabau yang tinggal di kota Solok. Sesuai namanya, tarian ini menggunakan piring sebagai salah satu properti yang selalu ada untuk melengkapi tarian. Di sisi lain, tari ini juga memiliki makna filosofis yang terkandung dalam setiap gerakannya. Berikut ini kami akan mengupas secara lengkap tentang gerakan-gerakan tari piring beserta unsur-unsur yang melengkapinya sebagai wawasan bagi kita semua. Tari Piring Dalam bahasa Minangkabau, tari piring disebut dengan nama Tari Piriang. Tarian ini dahulunya merupakan salah satu ritual yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Minangkabau atas hasil panen yang melimpah. Pada piring-piring yang diayunkan dalam tarian tersebut, terdapat beberapa sesaji berupa makanan dan bunga-bungaan sebagai hadiah untuk para dewa. Masuknya Islam ke ranah Minang membuat kepercayaan masyarakat terhadap adanya dewa-dewa kian luntur. Tari piring yang semula menjadi salah satu persembahan bagi para dewa kemudian beralih fungsi menjadi sarana hiburan rakyat semata.

Makna Filosofi
Sesuai dengan sejarah dan asal usul kemunculannya, kita dapat menarik makna mendalam yang terdapat dari setiap gerakan tarian ini. Gerakan tari piring secara umum memiliki makna filosofis sebagai wujud rasa syukur atas limpahan hasil panen yang diperoleh. Dalam gerakan-gerakan tersebut terkandung pula makna bahwa untuk mencapai suatu tujuan, seseorang haruslah melakukan usaha dan kerja keras yang diiringi dengan doa.

Iringan Tari
Tari piring pada umumnya akan diiringi oleh bunyi 2 alat musik tradisional Sumatera Barat, yakni Talempong dan Saluang. Talempong adalah semacam rebana dari kulit kerbau yang dimainkan dengan cara ditepuk, sementara saluang adalah suling bambu yang dimainkan dengan cara ditiup. Selain kedua instrumen tersebut, tari piring juga diselingi dengan bunyi denting 2 cincin para penari yang membentur piring yang dibawanya.

Setting Panggung
Tari piring yang berasal dari Sumatera Barat sangat kental dengan nilai nilai budaya Melayu dan Islam. Oleh karenanya, di masa awal kemunculannya, tarian ini hanya diperbolehkan untuk dimainkan oleh para pria. Jumlah pemainnya sendiri berjumlah ganjil, bisa tiga, lima, atau tujuh orang. Seiring perkembangan zaman, tari piring kini juga boleh dimainkan oleh para wanita asalkan dalam setiap gerakan dan dandanan penarinya, tetap memperhatikan nilai-nilai budaya dan keislaman.
"kipas"

Tari Kipas Pakarena
Tari kipas adalah salah satu tari tradisional Indonesia yang berasal dari budaya masyarakat Gowa di Sulawesi Selatan. Lebih lengkap, tari ini bernama Tari Kipas Pakarena. Pakarena berasal dari kata “Karena” yang berarti main, menunjukan bahwa dalam tarian ini penari akan mempertunjukan kelihaiannya memainkan kipas-kipas di tangannya. Jika dilihat sekilas, tari kipas pakarena mirip dengan tari kipas khas Korea yang bernama Buchaechum. Namun jika diteliti lebih dalam lagi, keduanya memiliki banyak sekali perbedaan dan tidak saling berhubungan satu sama lain mulai dalam hal tema dan makna filosofis, gerakan, musik pengiring, hingga sejarah perkembangannya. Tari Kipas Pakarena Tidak ada yang tahu persis bagaimana sejarah tari kipas pakarena dimulai. Namun, sebagian masyarakat Gowa percaya, tarian ini berasal dari sebuah kisah perpisahan antara penghuni khayangan (boting langi) dan penghuni bumi (lino) di masa silam. Dalam sebuah legenda Gowa, disebutkan bahwa dahulu ada beberapa penghuni khayangan yang turun ke bumi untuk mengajarkan bagaimana cara bertanam, beternak, dan berburu pada para penghuni bumi. Setelah tugasnya selesai, mereka kemudian kembali pulang ke khayangan dan membuat penduduk bumi merasa sedih. Tari kipas pakarena adalah wujud kesedihan dan kerinduan penduduk bumi pada penghuni khayangan yang telah dengan tulus mengajarkan mereka cara bertahan hidup.

Makna Dan  Filosofi
Terlepas dari sejarah dan mitos munculnya tari kipas Pakarena tersebut, secara umum tarian ini sendiri memiliki makna yang sangat dalam tentang bagaimana sikap hidup masyarakat Gowa. Penarinya yang hanya berasal dari kaum perempuan membawakan gerakan-gerakan yang menggambarkan ekspresi kesantunan, kesetiaan, kelembutan, kepatuhan dan sikap hormat seperti yang dimiliki wanita Gowa pada umumnya. Sementara para pria yang bertugas menabuh alat musik untuk mengiringi tarian dengan gerakan-gerakan cepat menunjukan bahwa laki-laki Gowa adalah laki-laki yang kuat mental, pemberani dan tangguh. Dari makna filosofis tersebut dapat disimpulkan bahwa selain dapat menjadi sarana hiburan rakyat, tari kipas pakarena juga dapat menjadi simbol kehidupan masyarakat Gowa secara umum.

Gerak Tari Kipas
Gerakan tari kipas sebetulnya terbilang santai dan lemah lembut. Akan tetapi ketika seseorang hendak menjadi penarinya, ia haruslah dalam kondisi yang prima. Pasalnya meski dapat dilakukan dengan santai, pertunjukan tari yang dilakukannya harus dalam durasi yang cukup lama, yakni sekitar 2 jam. Gerakan tari kipas sendiri juga sarat dengan nilai-nilai filosofis. Tarian tradisional ini diawali dan diakhiri dengan posisi duduk sebagai simbol penghormatan dan kesantunan para penari pada para penonton. Ada pula gerakan memutar searah jarum jam yang menjadi simbol siklus kehidupan manusia. Kemudian gerakan naik turun menyimbolkan kehidupan manusia yang tidak stabil, naik dan turun. Serta larangan bagi penari yaitu mengangkat kakinya terlalu tinggi dan membuka matanya dengan lebar. Larangan tersebut utamanya berkaitan dengan norma kesopanan.