Naskah Puisi Sujiwo Tejo
Naskah Puisi Sujiwo Tejo. Sujiwo Tejo dikenal sebagai
seorang dalang, juga seorang penulis, pelukis, pemusik dan budayawan. Lahir di
Jember 1962 dengan menempuh pendidikan formal jurusan Matematika ITB 1980-1985
dan teknik sipil ITB 1981-1988. Dibawah ini adalah beberapa puisi Sujiwo Tejo
Lihat contoh puisi lain:
Hujan Deras
Hujan deras dengan air mata
Butir2 tanguisan di pipiku
Guntur menyumbar dengan kilaunya
Berkilat-kilat kilau dipipi
Kurasa keputusasaanmu manu
Sia, sia, sia, sia sia
Butir2 air mata
Bilas dengan bahak tawamu hahaha
Karena keputusasaanmu manu
Sia sia sia sia sia sia
Hujan deras dengan air mata
Butir2 tangisan di pipi
Kucur air mata ke samudera
Berbuih berombak tertawaku
Bersorak sorai
Berderai air mata
Tersendu sendu
Bersenda gurau guarauanya
Gusar dan tenteram
Samar2 berbeda
Samar2 samanya
Samar samanya
Telah kau saksikan kekasih tangis
tawaku
Ibarat tuntas tiada berbeda
Syair Dunia Maya
Menjelujur jalan
Nan tak kunjung tiba
Jiwa dan sekujur
Kuyub berkeringat
Sembari berbaring
Keringatkan keringat
Berangin-angin
Kuteringat anganku
Teringat dulu beban hayatku
Duh kini ringan tanpa badan
Kuterangkat ke awan2
Kan ke angan2
Saatku berangkat
Tiada kembali
Kembali kami mendunia
Di dunia
Tiada kan kami kan kembali
kedunia
Ya kedunia
Tiada kan kembali, tiada kan
kembali
Ya kedunia
Tiada kan kembali, tiada kan
kembali
Ya kedunia
Tiada kan kembali, tiada kan
kembali
Tiada lagi, tiada lagi
Gugusan gundah gunduk duka
gulitaku
Duh duh duh
Kan keangan2
Satku berangkat
Anyam Anyaman Nyaman II
Nyaman nyaman duka cita
Sulam sulaman sulaman duka
Suka dukaku, duka citaku
Tisik tisikan tisikan kasih
Kasihan duka, duka citaku*)
Semesta semesranya
S’raya bertabur sapa
S’raya bertabur suka
Serayakan nestapa
Kadang dangkal kadang janggal
Jengkal jengkal jelajah kaki
Kaki kami kakikan
Dekat degub detak denyut
Debar desir jantungku
Ketika tak ketika tak
Kata kata tak kita ketikkan
Tak kita titikkan
Kata kata ketakutan
Stasiun Tuaku
Rembulan diatas stasiun tua
Disudut kota kutanya kapan tiba
Saat lampu lampunya padam
Menjadi Cuma siluet
Peluit kereta datang
Mungkin mengangkut kenanganku
Dari jauh kucari cari
Diantara turun penumpang
Bulan teranglah lebih terang
Malam itu
Agar aku semakin terang
Menerawang
Kenanganku
Diantara manusia manusia
Pada Suatu Ketika
Orang2 bertanya kapan angkara
murka berakhir
Diantara kau dan aku
Tersebar daun daun kara
Bersabarlah untuk sementara waktu
Suwaktu ketika, dilanda
Pada suatu ketika
Do’aku semoga
Semakin berkurang korban jiwa
raga
Pengakhir angkara murka
Pada suatu ketika
Punakawan Dan Saya
Gemerincing
Jingkat2 kakiku gemerincing
Bergemerincing genta
Gementa kakiku
Gempita dihatiku
Ketika kuhentak hentak kakiku
bergenta
Tepat depan tempat tinggalku
Tempat tinggalku dulu bersama
saudara
Mengembara
Mengumbar umur mengembara
Mengobar rasa
Mangaburkan rindu
Mengobarkan rindu
Duhai kini kurindu
Duka lara duka dirantau ganti
bergenta
Tepat depan tempat tinggalku
Tempat tinggalku dulu bersama
saudara
Pada Sebuah Ranjang
Kekasihku jangan bersedih
Tidurlah dan bermimpi
Kenegri
Ke hamparan
Kehamparan kasih
Kehamparan kehampaan
Kehangatan tawa canda
Lahan perlahan perlahan lahan
Menghampar hampa kasih
Usai impianmu rangkai cerita
Tlah kujumpai tawa canda
Dan biar kelak
Anak-anakmu kan percaya
Percaya perca cerita tentang tawa
canda
Dan biar kelak
Anak anakmu kan percaya
Bualanmu
Jangan kau bersedih
Dhandanggula Sidoasih
Permintaanku wahai kekasih
Selalu bersama sama
Diruang dan waktu
Tak berjarak meski Cuma sehelai
rambut
Kalau jauh dekat dihati
Kalau dekat berpandangan
Begitu sejatinya asmara
Seperti mimi dan mintuno
Ayo bersama melakukan panggilan
sosial
Cinta kita berdua tak bermakna
jika tak menjalarkan cinta pada sesama