Naskah Puisi Karya Chairil Anwar Sang Penyair


Naskah  Puisi Karya Chairil Anwar  Sang Penyair

Naskah  Puisi Karya Chairil Anwar  Sang PenyairChairil Anwar adalah seorang penyair terkenal di bumi Nusantara. Beliau lahir di Kota Medan pada tanggal 26 Juli 1922 dan meninggal pada usia yang cukup muda 26tahun tepatnya pada tanggal 28 April 1949 di Jakarta dua tahun setelah beliau pindah dari Medan ke Jakarta. Chairil Anwar dijuluki “Sibinatang Jalang” Beliau menekuni dunia sastra hingga tercipta  karya sebanyak 96 termasuk 70 puisi . Banyak karya sastra puisi yang beliau ciptakan. Dantaranya seperti pemberontakan, individualisme, kematian,eksistensialisme dan multi – intepretasi. Dan dibawah ini adalah karya Sang Penyair Legendaris Indonesia Chairil Anwar

"Naskah  Puisi Karya Chairil Anwar  Sang Penyair"

Naskah  Puisi Karya Chairil Anwar  Sang Penyair

Sajak Putih
Puisi : Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kemabang mawar dan melati
Harum rrambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi

Malam dalam mendo’a tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Manarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku pintu terbuka
Selama matamu bagiku mengadah
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tak membelah

Rumahku
Puisi  :Chairil anwar

Rumah ku dari anggun timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Ku lari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah ku dirikan ketika senja kala
Di pagi terbang entah kemana
Rumahku dari unggun timbun sajak

Disini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi
Tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu

Sebuah kamar
Puisi :Chairil anwar

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia
Bulan yang menyinar kedalam mau lebih banyak tahu
Sudah lima anak bernyawa disini, aku salah satu

Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu
Bapaku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu

Sekeliling dunia bunuh diri
Aku minta adik lagi pada ibu dan bapakku
Karena mereka diluar hitungan
Kamar begini 3x4 terlalu sempit buat meniup nyawa

Persetujuan dengan Bung Karno
Puisi Chairil Anwar

Ayo!Bung Karno kasih tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
Dipanggang atas apimu
Digarami lautmu dari mulai 17 Agustus 1945

Aku melangkah kedepan berada rapat disisimu
Aku sekarang api , aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu, di zatku kapal kapal kita berlayar
Di uratmu, diuratku kapal kapal kita bertolak dan berlabuh

Aku
Puisi : Chairil Anwar

Aku
Kalau sampai waktuku
Aku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang perih

Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Aku berkaca
Puisi : Chairil Anwar

Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Ku dengar seru menderu
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?
Lagi lainm pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah..!!
Segala menebal segala mengental
Segala tak kukenal..!!
Selamat tinggal..!!

Diponegoro
Puisi : Chairil Anwar

Dimasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyaknya seratus kali
Pedang dikanan, keris dikiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati

Do’a
Puisi :Chairil Anwar

Kepada pemeluk teguh
Tuhanku dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Cahayamu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
Aku hilang bentuk remuk

Tuhanku
Aku mengembara dinegeri asing
 Tuhanku
Dipintu Mu aku bisa mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

Maju
Puisi :Chairil Anwar
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah diatas menghamba
Binasa diatas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Yang terampas dan yang putus
Puisi:Chairil Anwar
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku
Menggigir juga ruang dimana dia yang kuingin
Malam tambah merasuk rimba jadi semati tugu
Di karet, di karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

Aku berbenah dalam kamar dalam diriku jika kau datang
Dan aku bisa lepaskan kisah baru padamu
Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri cerita dan peristiwa berlaku beku

Hampa
Puisi :Chairil Anwar

Sepi diluar sepi menekan mendesak
Lurus kaku pohonan.Tak bergerak
Sampai ke puncak.Sepi memagut
Tak kuasa melepas renggut
Segala menanti. Menanti menanti
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat mencekung punda
Sampai binasa segala.Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertampik
Ini sepi terus ada. Dan menanti

Kepada Kawan
Puisi :chairil Anwar

Sebelum ajal mendekat dan menghianat
Mencengkam dari belakang ketika kita tidak melihat
Selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa

Belum bertugas kecewa dan gentar belum ada
Tidak lupa tiba tiba bisa malam membenam
Layar merah berkibar hilang dalam kelam
Kawan mari kita putuskan kini disini
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan
Tembus jelajah dunia ini dan balikan
Peluk kecup perempuan tinggalkan kalau merayu
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju
Jangan tembatkan pada siang dan malam

Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat
Hilang sonder pusaka sonder kerabat
Tidak minta ampun atas segala dosa
Tidak memberi pamit siapa saja

Jadi
Mari kita putuskan sekali lagi
Ajal yang menarik kita, kan merasa angkasa sepi
Sekali lagi kawan, sebaris lagi
Tikamkan pedangmu hingga kehulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu..!!

Krawang-Bekasi
Puisi:Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mengedap hati?

Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.


Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan ati4-5 ribu nyawa

Kami Cuma tulang tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata.

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus digaris batas penyatuan dan impian

Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Naskah Puisi Karya Sang Penyair  Chairil Anwar

Chairil Anwar adalah penyair tersyohor di Nusantara. Dia dilahirkan di Medan tepatnya 26 Juli 1922 dan wafat pada 28 April 1949. Chairil Anwar berhasil menciptakan karya terbaiknya dengan menulis 70 puisi dan 96 syair. Beliau dijuluki Si Binatang Jalang karena terinspirasi dari salah salah satu karya besarnya yang berjudul “AKU”. Namun tentunya masih banyak karya karya terkenal lainnya seperti yang berjudul “Di Mesjid” dan lain sebagainya selengkapnya silahkan simak karya karya puisi Chairil Anwar berikut dibawah ini:
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
 Tuhanku
Di pintumu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
13 Nopember 1943
Karya :Chairil Anwar

Sia – sia
Penghabisan kali itu kau datang
Membawaku kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan suciku tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu

Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta?kita berdua tak mengerti

Sehari kita bersama. Tak hampir menghampiri

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak koyak sepi
Karya:Chairil Anwar
Kawanku Dan Aku
Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan

Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat

Siapa berkata kata..?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga

Dia bertanya jam berapa?

Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti

Puisi Oleh : Chairil Anwar

Hampa
Kepada sri
Sepi diluar.sepi menekan mendesak
Luruskan pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti. Menanti

Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Derai derai cemara
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Di pukul angin yang terpendam
Aku orangnya sekarang bisa tahan
Sudah beberapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
Sebelum pada ahkirnya kita menyerah
1949

Tak sepadan
Aku kita:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa ahasveros.
Dikutuk sumpah Eros
Aku merangkai dinding buta
Tak satupun juga pintu terbuka
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa apa
Aku terpanggang di tinggal rangka
Fbruari 1943
Puisi :Chairil Anwar

Yang Terampas Dan Yang Terputus
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
Menggigir juga ruang dimana dia yang kuingin,
Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
Dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.

Di Mesjid
Kuseri saja dia
Sehingga datang juga
Kamipun bermuka muka

Seterusnya Ia bernyala nyala dalam dada
Segala daya memadamkannya
Bersimpuh peluh diri yang tak bisa diperkuda

Ini ruang
Gelanggang kami berperang

Binasa membinasa
Satu menista lain gila
Puisi :Chairil Anwar


Naskah  Puisi Karya Chairil Anwar  Sang Penyair. Itulah karya sang penyair legendaris Indonesia Chairil Anwar walaupun beliau telah wafat sejak lama akan tetapi karyanya hingga kini masih tetap dikenang. Sampai jumpa pada postingan berikutnya