Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Tugas Sekolah


Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Tugas Sekolah


Pada artikel kali ini kami akan berbagi tugas sekolah Pendidikan Agama Dan Budi Pekerti untuk kalian semua yang sedang membutuhkannya. Kalian tinggal menambahkan atau mengganti nama-nama kelompok atau nama kalian sendiri dengan mengeditnya menggunakan winword. Selengkapnya silahkan simak dan simpan baik-baik berikut di bawah ini


Baca artikel lainya:
Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
kelompok 4

Anisa Pangestuti
Aurora Aprilia w.
Gatra Rega Anggara
Iqbal Piston Noris
Muhammad fharid fadly
Nadia Putri
Nur  Anggita Putri
Kelas: XI IPA 4
T.P : 2018/2019

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Tiada yang pantas terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT.Karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang  berjudul“SYIRKAH”dengan lancar dan tanpa kendala yang berarti. Shalawat berangkai salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Revolusioner Islam yang telah membuka jalan ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikanorang yang beradab,berbudaya,dan berpengetahuan.Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan berbagai pihak, baik secara moril  maupun materil. Oleh karena  itu, penyusun  mengucapkan  terimakasih yang sebesar besarnya kepada:

1.Orang tua yang telah memberikan berbagai dukungan. Adapun tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi ummat islam
khususnya  penyusun dan pembaca dalam praktek  Sirkah yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Tentunya makalah ini tidak terlepas  dari ketidak sempurnaan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat  membangun selalu kami harapkan, sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki diri demi peningkatan  kualitas makalah  selanjutnya

DAFTAR ISI
kata pengantar ……………………………………………………….... 1
Daftar isi ………………………………………………………………. .2

BAB I
Pendahuluan ……………………………………………………………. 3
A. Latar belakang masalah ……………………………………….…….. 3
B. Tujuan penyusunan …………………………………………..……… 4
C. Kegunaan penyusunan ……………………………………….……… 4

BAB II
Pembahasan …………………………………………………………….. 5
A. Pengertian Syirkah …………………………………………...……… 5
B. Dasar Hukum Syirkah ………………………………………………... 6
C. Macam-macam Syirkah ………………………………...........……..... 7
D. Syarat dan Hukum Syirkah …………………..…………………….... 12
E. Mengakhiri syirkah ……………………………..…………………… 13
F. Hikmah Syirkah ………………………………………...……………. 14
G. Pratktek ………………………………………………………………. 14

BAB III
Penutup ……………………………………….…………………………. 15
A. Kesimpulan …….. …………………………………………………… 15

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepasdari hubungan terhadap sesama manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai kebutuhan hidup dapat terpenuhi.Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang baik terhadap sesamamanusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah danagn pihak lain. Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah.Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyraku (fi’ilmudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutuatau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagiandengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkahadalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatuusaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146)

Menurut istilah para fuqaha’, syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan(tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya , yaknisaling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendaya gunakan harta milik keduanya,namun masing-masing memiliki hak untuk bertassaruf. (M. Rizal Qosim, 2009: 112)Syirkah hukumnya ja’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihiwasalam berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Shalallahu alaihi wasalam membenarkannya. Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra : Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunyatidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar darikeduanya. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni]

Berdasarkan uraian diatas dan melihat pentingnya pembelajaran tentang Syirkah, maka penyusun menyusun sebuah makalah yang berjudul “Syirkah”.

B. Tujuan penyusunan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :1. Ingin mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.2. Ingin mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah3. Untuk memenuhi tugas mata kuliyah Fiqih

C. Kegunaan Penyusunan           
Berikut merupakan kegunaan penyusunan makalah ini :1. Untuk mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.2. Untuk mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah.3. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan penyusun dan pembaca dalammempraktikan syirkah di dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’ilmudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutuatau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba‘ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Secara Etimologi Syirkah dapatdiartikan percampuran. Yakni, mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupasehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani,1990: 146).Sedangkan menurut istilah (terminologi) para Fuqaha’, Syirkah adalah kerja sama untuk mendaya gunakan (tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama olehkeduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memilik hak untuk  bertasarruf . Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperolehkeuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

Ada beberapa definisi Syirkah yang di kemukakan oleh para ulama’ fiqh . MenurutMazhab Maliki, “ suatuu izin untuk bertindak secara hokum bagi dua orang yang berkerjasama terhadap harta mereka”. Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali “Hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati”. Menuru MazhabHanafi, akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dalam modal dankeuntunngan.”

B. Dasar Hukum Syirkah

      1.      Landasan hukum syirkah dari al-qur’an sebagaimana yang di sebutkan dalam surat
      an-nisa’:12
فهم شر كا ء فى الثلث
“…maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…”.

وَإِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَا ءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إل الَّذِ ينَ اَمَنُوا وَعَمِلُوْا الصَّا لِحَا تِ وَقَلِيل مَا هُمْ

“dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat dhalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedihlah mereka itu”. QS.Sha: 24

2.      Adapun landasan hukum syirkah dari teks hadits adalah sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
قا ل الللّه : أنا ثأ لث الشر كين ما لم يخنأحد هما صا حبه فأِذا خا نه خرجت من بينهما
                      
“Allah berfirman :”saya adalah pihak ketiga di antara dua orang yang berserikat selama salah satu di antara mereka berdua tidak berkianat kepada yang lainya, apabila salah satu di antara mereka berkianat, maka saya keluar darinya”.

3.      Sedangkan landasan hukum berdasarkan ijma’ bahwa mayoritas ulama sepakat tentang keberadaan syirkah ini, meskipun dalam wilayah yang lebih rici, mereka berbeda pendapat tentang ke absahan (boleh) hukum syirkah tertentu. Misalnya sebagian ulama hanya membolehkan jenis syirkah tertentu dan tidak membolehkan jenis syirkah yang lain.[2]

C. Macam –macam Syirkah
Kerja sama terbagi atas dua macam, yaitu Syirkah milk dan Syirkah uqud
a. Syirkah Milk Syirkah Milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa  adanya  akad  syirkah . kerja sama ini meliputi dua macam, yaitu syirkah milk ikhtiyar dan syirkah milk al-jabr.

1). Syirkah milk ikhtiyar Syirkah milk ikhtiyar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak antara dua orang yang bersekutu .
2) .Syirkah milk al-jabr Syirkah milk al-jabr adalah kerja sama yang di tetapkan kepada dua oranngatau lebih yang bukan didsarkan atas perbuatan kedunya (secara paksa).:

b. Syirkah ‘Uqud
Syirkah Uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebihbersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah Uqud mempunyai lima bentuk,yaitu :

(1) syirkah inan;
(2) syirkah abdan;
(3) Syirkah Mudharabah
(4) syirkah wujûh; dan
(5) syirkah mufâwadhah )

c. Syirkah Inan
Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberikonstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkandalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148).

Contoh syirkah inan: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masingmemberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerjadalam syirkah tersebut.

Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang(urudh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urudh) pada saat akad.

Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masingmodalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkanoleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata,“Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan ataskesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).

d. Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanyamemberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerjaitu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya)(An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35).

Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An- Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburusepakat berburu babi hutan (celeng).

Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151).Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir danSa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’admembawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.”[HR. Abu Dawud dan al-Atsram].Hal itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dan beliau membenarkannyadengan taqrîr beliau (An-Nabhani, 1990: 151).

e.Syirkah Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikankonstribusi modal (mâl) (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhârabah dipakai olehulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili,1984: 836).

Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalamusaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).

Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya,A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlahC) memberikan 
konstribusi kerja saja.

Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus,sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikankonstribusi modal, tanpakonstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah (An- Nabhani, 1990: 152).
hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr NabiShalallahu alaihi wasalam) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkahini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil).Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikatdengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggungkerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990:152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadikarena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).

f. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan,ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat

Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl).Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnyatermasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkahmudhârabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154).

Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkahdalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepadakeduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154)

Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh,dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,sedangkan harga pokoknya dikembalikan  kepada C (pedagang).

Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkankesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggungoleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalamsyirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990: 154).
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnyatermasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariatIslam (An-Nabhani, 1990: 154).

Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksuddalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorangtokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atausuka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh yangdilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memilikikepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janjidalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).

g. Syirkah MufawadhahSyirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkansemua jenis syirkah di atas (syirkah inân,‘abdan, mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani,1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurutAn-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990:156).Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugianditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkahmudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barangdagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian Bdan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atasdasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.

Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan Csepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu,ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujudsyirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola.Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, disamping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B danC membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah sepertiini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkahmufawadhah.

D. Syarat dan Rukun Syirkah
Syarat – syarat yang berhubunagn dengan Syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadiempat bagian sebagi berikut.
a. sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupundengan yang lain. 

Dalam hal ini, terdapat dua syarat, yaitu :
1). yang berkenaan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwalian;
2. yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dandapat diketahui dua pihak, misalnya setengah dan sepertiga.
b. sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) terdapat duaperkarayang harusdipenuhi, yaitu :
1). modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah uang (alat pembayaran);
2). yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik  jumlahnya sama maupun berbeda

c. sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah, disyaratkan :
1) modal (pokok harta) harus sama;
2) bagi yang ber-syirkah ahli untuk kafalah (jaminan)
3) bagi yang dijadikan objek akad di syariatkan syirkah umum, yakni pada semuamacam jual beliatau perdagangan.

d. syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
Rukun syirkah menurut jumhur ulama’yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah)melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal)dan/atau modal (mâl) (Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989: 13).Sedangkan menurut ulama’ Mazhab Hanafi rukun syirkah hanya ada dua, yaitu ijabdan qabul. Sedangkan orang yang berakad dan objeknya bukan termasuk rukun tapi syarat

E. Mengakhiri Syirkah
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta.
3. Salah satu pihak meninggal dunia.
4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.

F. Hikmah Syirkah
Hikmah yang diperoleh dari praktik syirkah adalah.
a. menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang ber-syirkah;
b. membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.

G. praktik Syirkah
A datang ke B dan menyera kan modal uang sebesar Rp.1000.000,00 untuk dijadikanmodal kerja kepada seseorang (untuk berdagang). Seandainya pengelola uang tersebutmemperoleh keuntungan dari usaha tadi maka keuntungan itu dibagi sesuai dengankesepakatan antara kedua belah pihak, misalnya 40% keuntungan untuk pemodal dan60% untuk pengelola atau dibagi secara sama, yang penting ada kesepakatan antarakedua belah pihak dengan tidak saling merugikan, melainkan saling menguntungkan.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan, bahwa syirkah adalah persekutuan dalam urusan harta oleh dua orang atau lebih yang melakukan akad untuk urusan harta, yang modalnya bisa dibagi dua atau berdasarkan keputusan bersama.Biasanya syirkah dilakukan di perusahaan, yang mana dari mereka ada yang mempunyaisaham dan ada yang menjalankan saham. Syirkah akan berlaku jika masing-masing pihak  berakad untuk melakukan syikrah itu. Syarat-syarat syirkah pun harus terpenuhi dengan jelas, agar syirkah tersebut sah.

Demikian postingan artikel kali ini Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti semoga berguna dan bermanfaat untuk kalian yang sedang membutuhkannya guna untuk memenuhi tugas sekolah yang diberikan oleh guru kurang dan lebihnya kami mohon maaf dan terimakasih sampai jumpa.